MAKALAH
PERJUANGAN BANGSA INDONESIA
DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
Dosen Pengampu: Rusmawan, M.Pd.
Disusun oleh:
Daniel Dicky Laksitama 131134050
Desy Riska Martyassanti 131134056
Adelia Surya Putri 131134084
Khatarina Sesilia Riberu 131134011
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah panjang perjuangan bangsa
Indonesia telah mencapai puncaknya dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945. Waktu itu Jepang mengalami kekalahan dengan sekutu,
sehingga keadaan ini dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh bangsa Indonesia untuk
memproklamasikan kemerdekaannya. Dengan proklamasi inilah Negara Indonesia
terlahir.
Sebagai Negara yang baru saja terbentu,
tentunya Indonesia masih rentan dengan penjajahan bangsa asing maupun
pemberontakan bangsa sendiri. Kemerdekaan bangsa Indonesia yang baru sebentar
ini mendapatkan gangguan dari Belanda. Awalnya bangsa Indonesia menyabut baik
kedatangan Belanda, namum setelah mengetahui Belanda diboncengi Sekutu, rakyat
Indonesia merasa terganggu. Dari situlah mulai terjadi perlawanan diberbagai
daerah di Indonesia. Perlawanan bangsa Indonesia ini dikalukan secara fisik
maupun secara diplomasi.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang
melatarbelakangi perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya?
2.
Bagaimana upaya bangsa
Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya?
C. Tujuan
1. Mengetahui hal yang
melatarbelakangi perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya?
2.
Mengetahui upaya bangsa
Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latarbelakang
Perjuangan Kemerdekaan Indonesia
Semenjak
Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 maka
secara hukum tidak lagi berkuasa di Indonesia. Hal ini mengakibatkan Indonesia
berada dalam keadaan vacum of power (tidak ada pemerintah yang berkuasa) dan
waktu itu dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh bangsa Indonesia untuk
memproklamasikan kemerdekaannya. Pada tanggal 10 September 1945 Panglima Bala
Tentara Kerajaan Jepang di Jawa mengumumkan bahwa pemerintahan akan diserahkan
pada Sekutu bukan pada pihak Indonesia. Dan pada tanggal 14 September 1945
Mayor Greenhalg perwirwa Sekutu datang ke Jakarta untuk mempelajari dan
melaporkan keadaan di Indonesia menjelang pendaratan rombongan Sekutu.
Pada
tanggal 29 September 1945 Sekutu tiba mendarat di Jakarta dan bertugas melucuti
tentara jepang. Tugas ini dilakukan oleh Komando Pertahanan Sekutu di Asia
Tenggara yang bernama South East Asia Command (SEAC) di bawah pimpinan Lord
Louis Mountbatten yang berpusat di Singapura. Untuk melaksanakan tugas itu,
Mountbatten membentuk suatu komando khusus yang diberi nama Allied Forces
Natherland East Indies (AFNEI) di bawah pimpinan Letnan Jendral Sir Philip Chirstison.
Adapun tugas AFNEI :
1)
Melindungi dan
menjalankan pemindahan tawanan perang dan orang interniran.
2)
Melucuti tentara Jepang
dan mengembalikannya.
3)
Menegakkan dan
mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada pemerintah sipil.
4)
Menghimpun keterangan
tentang penjahat perang.
Dalam menjalankan misiya di Indonesia, AFNEI hanya
berkonsentrasi tugas di Jawa dan Sumatera. Terbagi dalam 3 divisi,yaitu :
1) 23 tahun Indian
Division dibawah komando Mayor Jendral D.C Hawthorn (divisi ini berlokasi di
Jawa Barat)
2) 5 tahun Indian
Division,di bawah komando Mayor Jendral E.C Mansergh (divisi ini berlokasi di
Jawa Timur)
3) 26 tahun Indian
Division,di bawah komando Mayor Jendral H.M Chambers (divisi ini berlokasi di
Sumatera)
Sementara daerah-daerah Indonesia
lainnya di pegang tentara Australia-turut bergabung dalam tentara sekutu.
Awalnya rakyat Indonesia, menyambut gembira kedatangan tentara Sekutu. Namun, ketika
diketahui bahwa tentara Sekutu membawa NICA (Nederland Indies Civil Administration) yang ingin menengakkan
kembali kekuasaan kolonial Hindia Belanda, rakyat Indonesia mengambil sikap
bermusuhan. Sikap ini memiliki dasar menilik Civil Affair Agreement (perjanjian sipil) antara pemerintah Inggris
dengan Belanda di Chequers (dekat London), tertanggal 24 Agustus 1945
menyebutkan yang diperbolehkan mendarat di Indonesia hanyalah tentara Inggris.
B. Bentuk Perjuangan
Bangsa Indonesia dalam Mempertahankan Kemerdekaan
1.
Perjuangan
Fisik ( perjuangan bersenjata)
Ternyata
kedatangan tersebut merugikan Indonesia dan menimbulkan reaksi di berbagai
daerah di Indonesia seperti :
a.
Pertemuan Surabaya 10
November 1945
Pada
tanggal 25 Oktober 1945 Brigade 49 di bawah pimpinan Brigadir Jenderal A W.S.
Mallaby mendarat di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Brigadir ini merupakan
bagian dari Divisi India ke-23, dibawah pimpinan Jenderal D.C. Hawthorn. Mereka
mendapat tugas melucuti tentara Jepang dan menyelamatkan tawanan Sekutu.
Pasukan ini berkekuatan 6000 personil di mana perwira-perwiranya kebanyakan
orang-orang Inggris dan prajuritnya orang-orang Gurkha dari Nepal yang telah
berpengalaman perang. Rakyat dan pemerintah Jawa Timur di bawah pimpinan
Gubernur R.M.T.A Suryo semula enggan menerima kedatangan Sekutu. Kemudian
antara wakil-wakil pemerintah RI dan Birgjen AW.S. Mallaby mengadakan pertemuan
yang menghasilkan kesepakatan sebagai berikut.
1)
Inggris berjanji
mengikutsertakan Angkatan Perang Belanda.
2) Disetujui kerja sama
kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan ketenteraman.
3)
Akan dibentuk kontak
biro agar kerja sama berjalan lancar.
4) Inggris hanya akan
melucuti senjata Jepang.
Pada tanggal 26 Oktober 1945 pasukan
Sekutu melanggar kesepakatan terbukti melakukan penyergapan ke penjara
Kalisosok. Mereka akan membebaskan para tawanan Belanda di antaranya adalah
Kolonel Huiyer. Tindakan ini dilanjutkan dengan penyebaran pamflet yang berisi
perintah agar rakyat Surabaya menyerahkan senjata-senjata mereka. Rakyat
Surabaya dan TKR bertekad untuk mengusir Sekutu dari bumi Indonesia dan tidak
akan menyerahkan senjata mereka. Kontak senjata antara rakyat Surabaya melawan
Inggris terjadi pada tanggal 27 Oktober 1945. Para pemuda dengan perjuangan
yang gigih dapat melumpuhkan tank-tank Sekutu dan berhasil menguasai
objek-objek vital. Strategi yang digunakan rakyat Surabaya adalah dengan
mengepung dan menghancurkan pemusatan-pemusatan tentara Inggris kemudian
melumpuhkan hubungan logistiknya. Serangan tersebut mencapai kemenangan yang
gemilang walaupun di pihak kita banyak jatuh korban. Pada tanggal 29 Oktober
1945 Bung Karno beserta Jenderal D.C. Hawthorn tiba di Surabaya.
Dalam perundingan antara pemerintah
RI dengan Mallaby dicapai kesepakatan untuk menghentikan kontak senjata.
Kesepakatan ini dilanggar oleh pihak Sekutu. Dalam salah satu insiden, Jenderal
Mallaby terbunuh. Dengan terbunuhnya Mallaby, pihak Inggris menuntut
pertanggungjawaban kepada rakyat Surabaya. Pada tanggal 9 November 1945 Mayor
Jenderal E.C. Mansergh sebagai pengganti Mallaby mengeluarkan ultimatum kepada
bangsa Indonesia di Surabaya. Ultimatum itu isinya agar seluruh rakyat Surabaya
beserta pemimpin-pemimpinnya menyerahkan diri dengan senjatanya, mengibarkan
bendera putih, dan dengan tangan di atas kepala berbaris satu-satu. Jika pada
pukul 06.00 ultimatum itu tidak diindahkan maka Inggris akan mengerahkan
seluruh kekuatan darat, laut, dan udara. Ultimatum ini dirasakan sebagai
penghinaan terhadap martabat bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sebagai bangsa
yang cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan. Oleh karena itu rakyat
Surabaya menolak ultimatum tersebut secara resmi melalui pernyataan Gubernur Suryo.
Karena penolakan ultimatum itu maka meletuslah pertempuran pada tanggal 10
Nopember 1945. Melalui siaran radio yang dipancarkan dari Jl. Mawar No.4 Bung
Tomo membakar semangat juang arek-arek Surabaya. Kontak senjata pertama terjadi
di Perak sampai pukul 18.00. Pasukan Sekutu di bawah pimpinan Jenderal Mansergh
mengerahkan satu Divisi infantri sebanyak 10.000 - 15.000 orang dibantu
tembakan dari laut oleh kapal perang penjelajah “Sussex” serta pesawat tempur
“Mosquito” dan “Thunderbolt”.
Setiap tanggal 10 November bangsa
Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Hal ini sebagai penghargaan atas jasa
para pahlawan di Surabaya yang mempertahankan tanah air Indonesia dari
kekuasaan asing.
b.
Pertempuran Ambarawa
Kedatangan
Sekutu di Semarang tanggal 20 Oktober 1945 dibawah pimpinan Brigadir Jenderal
Bethel semula diterima dengan baik oleh rakyat karena akan mengurus tawanan
perang. Akan tetapi, secara diam-diam mereka diboncengi NICA dan mempersenjatai
para bekas tawanan perang di Ambarawa dan Magelang. Setelah terjadi insiden di
Magelang antara TKR dengan tentara Sekutu maka pada tanggal 2 November 1945
Presiden Soekarno dan Brig.Jend. Bethel mengadakan perundingan gencatan
senjata.
Pada
tanggal 21 November 1945 pasukan Sekutu mundur dari Magelang ke Ambarawa.
Gerakan ini segera dikejar resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letnan Kolonel
M. Sarbini dan meletuslah pertempuran Ambarawa. Pasukan Angkatan Muda di bawah
Pimpinan Sastrodihardjo yang diperkuat pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh
dan Surakarta menghadang Sekutu di desa Lambu. Dalam pertempuran di Ambarawa
ini gugurlah Letnan Kolonel Isdiman, Komandan Resimen Banyumas. Dengan gugurnya
Letnan Kolonel Isdiman, komando pasukan dipegang oleh Kolonel Soedirman,
Panglima Divisi di Purwokerto. Kolonel Soedirman mengkoordinir
komandan-komandan sektor untuk menyusun strategi penyerangan terhadap musuh.
Pada tanggal 12 Desember 1945 pasukan TKR berhasil mengepung musuh yang
bertahan di benteng Willem, yang terletak di tengah-tengah kota Ambarawa.
Selama 4 hari 4 malam kota Ambarawa di kepung. Karena merasa terjepit maka pada
tanggal 15 Desember 1945 pasukan Sekutu meninggalkan Ambarawa menuju ke
Semarang.
Berita
Proklamasi Kemerdekaan baru sampai di Medan pada tanggal 27 Agustus 1945. Hal
ini disebabkan sulitnya komunikasi dan adanya sensor dari tentara Jepang.
Berita tersebut dibawa oleh Mr. Teuku M. Hasan yang diangkat menjadi Gubernur
Sumatra. Ia ditugaskan oleh pemerintah untuk menegakkan kedaulatan Republik
Indonesia di Sumatera dengan membentuk Komite Nasional Indonesia di wilayah
itu. Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan Sekutu mendarat di Sumatera Utara di
bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly.
Serdadu
Belanda dan NICA ikut membonceng pasukan ini yang dipersiapkan mengambil alih
pemerintahan. Pasukan Sekutu membebaskan para tawanan atas persetujuan Gubernur
Teuku M. Hassan. Para bekas tawanan ini bersikap congkak sehingga menyebabkan
terjadinya insiden di beberapa tempat.
Achmad
Tahir, seorang bekas perwira tentara Sukarela memelopori terbentuknya TKR
Sumatra Tirnur. Pada tanggal l0 Oktober 1945. Di samping TKR, di Sumatera Timur
terbentuk Badan-badan perjuangan dan laskar-laskar partai.
Pada
tanggal 18 Oktober 1945 Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly memberikan ultimatum
kepada pemuda Medan agar menyerahkan senjatanya. Aksi-aksi teror mulai
dilakukan oleh Sekutu dan NICA. Pada tanggal 1 Desember 1945 Sekutu memasang
papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut
pinggiran kota Medan. Mereka dengan gigih membalas setiap aksi yang dilakukan
pihak Inggris dan NICA. Pada tanggal 10 Desember 1945 pasukan Sekutu
melancarkan serangan militer secara besar-besaran dengan menggunakan
pesawat-pesawat tempur. Pada bulan April 1946 pasukan Inggris berhasil mendesak
pemerintah RI ke luar Medan. Gubernur, Markas Divisi TKR, Walikota RI pindah ke
Pematang Siantar. Walaupun belum berhasil menghalau pasukan Sekutu, rakyat
Medan terus berjuang dengan membentuk Laskar Rakyat Medan Area.
Selain
di daerah Medan, di daerah-daerah sekitarnya juga terjadi perlawanan rakyat
terhadap Jepang, Sekutu, dan Belanda. Di Padang dan Bukittinggi pertempuran
berlangsung sejak bulan November 1945. Sementara itu dalam waktu yang sama di
Aceh terjadi pertempuran melawan Sekutu. Dalam pertempuran ini Sekutu
memanfaatkan pasukan-pasukan Jepang untuk menghadapi perlawanan rakyat sehingga
pecah pertempuran yang dikenal dengan peristiwa Krueng Panjol Bireuen.
Pertempuran di sekitar Langsa Kuala Simpang Aceh semakin sengit ketika pihak
rakyat dipimpin langsung oleh Residen Teuku Nyak Arif. Dalam pertempuran ini
pejuang kita berhasil mengusir Jepang. Dengan demikian di seluruh Sumatera
rakyat bersama pemerintah membela dan mempertahankan kemerdekaan.
d.
Pertempuran Bandung Lautan Api
Pada
tanggal 17 Oktober 1945 pasukan Sekutu mendarat di Bandung. Pada waktu itu para
pemuda dan pejuang di kota Bandung sedang gencar-gencarnya merebut senjata dan
kekuasaan dari tangan Jepang. Oleh Sekutu, senjata dari hasil pelucutan tentara
Jepang supaya diserahkan kepadanya. Bahkan pada tanggal 21 November 1945,
Sekutu mengeluarkan ultimatum agar kota Bandung bagian utara dikosongkan oleh
pihak Indonesia paling lambat tanggal 29 November 1945 dengan alasan untuk
menjaga keamanan. Oleh para pejuang, ultimatum tersebut tidak diindahkan
sehingga sejak saat itu sering terjadi insiden dengan pasukan-pasukan Sekutu.
Sekutu
mengulangi ultimatumnya pada tanggal 24 Maret 1946 yakni agar TRI meninggalkan
kota Bandung. Dengan adanya ultimatum ini, pemerintah Republik Indonesia di
Jakarta menginstruksikan agar TRI mengosongkan kota Bandung, akan tetapi dari
markas TRI di Yogyakarta menginstruksikan agar kota Bandung tidak dikosongkan.
Akhirnya, para pejuang Bandung meninggalkan kota Bandung walaupun dengan berat
hati. Sebelum meninggalkan kota Bandung terlebih dahulu para pejuang Republik
Indonesia menyerang ke arah kedudukan-kedudukan Sekutu sambil membumihanguskan
kota Bandung bagian Selatan. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan
Bandung Lautan Api.
e.
Pertempuran Lima Hari
di Semarang.
Pada tanggal 15-20 Oktober 1945 di Semarang terjadi
pertempuran hebat antara pejuang Indonesia dengan tentara Jepang. Peristiwa ini
diawali dengan adanya desas-desus bahwa cadangan air minum di Candi, Semarang
diracun oleh Jepang. Untuk membuktikan kebenarannya, Dr. Karyadi, kepala
laboratorium Pusat Rumah Sakit Rakyat melakukan pemeriksaan. Pada saat
melakukan pemeriksaan, ia ditembak oleh Jepang sehingga gugur. Dengan gugurnya
Dr. Karyadi kemarahan rakyat khususnya pemuda tidak dapat dihindarkan dan
terjadilah pertempuran yang menimbulkan banyak korban jiwa. Untuk mengenang
peristiwa itu, di Semarang didirikan Tugu Muda. Untuk mengenang jasa Dr.
Karyadi diabadikan menjadi nama sebuah Rumah Sakit Umum di Semarang.
f.
Pertempuran Margarana
di Bali
Munculnya
puputan Margarana sendiri bermula dari Perundingan Linggarjati. Pada tanggal 10
November 1946, Belanda melakukan perundingan linggarjati dengan pemerintah
Indonesia. Salah satu isi dari perundingan Linggajati adalah Belanda mengakui
secara de facto Republik Indonesia
dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Selanjutnya
Belanda diharuskan sudah meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1
Januari 1949.
Pada
tanggal 2 dan 3 Maret 1949 Belanda mendaratkan pasukannya kurang lebih 2000
tentara di Bali yang diikuti oleh tokoh-tokoh yang memihak Belanda. Tujuan dari
pendaratan Belanda ke Bali sendiri adalah untuk menegakkan berdirinya Negara
Indonesia Timur. Pada waktu itu Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang menjabat
sebagai Komandan Resiman Nusa Tenggara sedang pergi ke Yogyakarta untuk
mengadakan konsultasi dengan Markas tertinggi TRI, sehingga dia tidak
mengetahui tentang pendaratan Belanda tersebut.
Di saat pasukan Belanda sudah berhasil mendarat di Bali, perkembangan politik di pusat Pemerintahan Republik Indonesia kurang menguntungkan akibat perundingan Linggajati, di mana pulau Bali tidak diakui sebagai bagian wilayah Republik Indonesia. Pada umumnya Rakyat Bali sendiri merasa kecewa terhadap isi perundingan tersebut karena mereka merasa berhak masuk menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Di saat pasukan Belanda sudah berhasil mendarat di Bali, perkembangan politik di pusat Pemerintahan Republik Indonesia kurang menguntungkan akibat perundingan Linggajati, di mana pulau Bali tidak diakui sebagai bagian wilayah Republik Indonesia. Pada umumnya Rakyat Bali sendiri merasa kecewa terhadap isi perundingan tersebut karena mereka merasa berhak masuk menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Terlebih
lagi ketika Belanda berusaha membujuk Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai untuk
diajak membentuk Negara Indonesia Timur. Untung saja ajakan tersebut ditolak
dengan tegas oleh I Gusti Ngurah Rai, bahkan dijawab dengan perlawanan
bersenjata Pada tanggal 18 November 1946. Pada saat itu I Gusti Ngurah Rai
bersama pasukannya Ciung Wanara Berhasil memperoleh kemenangan dalam penyerbuan
ke tangsi NICA di Tabanan.
Karena
geram, kemudian Belanda mengerahkan seluruh kekuatannya di Bali dan Lombok
untuk menghadapi perlawanan I Gusti Ngurah Rai dan Rakyat Bali. Selain merasa
geram terhadap kekalahan pada pertempuran pertama, ternyata pasukan
Belanda juga kesal karena adanya konsolidasi dan pemusatan pasukan Ngurah
Rai yang ditempatkan di Desa Adeng, Kecamatan Marga, Tabanan, Bali.
Setelah berhasil mengumpulkan pasukannya dari Bali dan Lombok, kemudian Belanda
berusaha mencari pusat kedudukan pasukan Ciung Wanara.
Pada tanggal 20 November 1946 I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya (Ciung Wanara), melakukan longmarch ke Gunung Agung, ujung timur Pulau Bali. Tetapi tiba-tiba di tengah perjalanan, pasukan ini dicegat oleh serdadu Belanda di Desa Marga, Tabanan, Bali.
Pada tanggal 20 November 1946 I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya (Ciung Wanara), melakukan longmarch ke Gunung Agung, ujung timur Pulau Bali. Tetapi tiba-tiba di tengah perjalanan, pasukan ini dicegat oleh serdadu Belanda di Desa Marga, Tabanan, Bali.
Tak
pelak, pertempuran sengit pun tidak dapat diindahkan. Sehingga sontak daerah
Marga yang saat itu masih dikelilingi ladang jagung yang tenang, berubah
menjadi pertempuran yang menggemparkan dan mendebarkan bagi warga sekitar. Bunyi
letupan senjata tiba-tiba serentak mengepung ladang jagung di daerah perbukitan
yang terletak sekitar 40 kilometer dari Denpasar itu.
Pasukan pemuda Ciung Wanara yang saat itu masih belum siap dengan persenjataannya, tidak terlalu terburu-buru menyerang serdadu Belanda. Mereka masih berfokus dengan pertahanannya dan menunggu komando dari I Gusti Ngoerah Rai untuk membalas serangan. Begitu tembakan tanda menyerang diletuskan, puluhan pemuda menyeruak dari ladang jagung dan membalas sergapan tentara Indische Civil Administration (NICA) bentukan Belanda. Dengan senjata rampasan, akhirnya Ciung Wanara berhasil memukul mundur serdadu Belanda.
Pasukan pemuda Ciung Wanara yang saat itu masih belum siap dengan persenjataannya, tidak terlalu terburu-buru menyerang serdadu Belanda. Mereka masih berfokus dengan pertahanannya dan menunggu komando dari I Gusti Ngoerah Rai untuk membalas serangan. Begitu tembakan tanda menyerang diletuskan, puluhan pemuda menyeruak dari ladang jagung dan membalas sergapan tentara Indische Civil Administration (NICA) bentukan Belanda. Dengan senjata rampasan, akhirnya Ciung Wanara berhasil memukul mundur serdadu Belanda.
Namun
ternyata pertempuran belum usai. Kali ini serdadu Belanda yang
sudah terpancing emosi berubah menjadi semakin brutal. Kali ini,
bukan hanya letupan senjata yang terdengar, namun NICA menggempur pasukan muda
I Gusti Ngoerah Rai ini dengan bom dari pesawat udara. Hamparan sawah dan
ladang jagung yang subur itu kini menjadi ladang pembantaian penuh asap dan darah.
Perang
sampai habis atau puputan inilah yang kemudian mengakhiri hidup I Gusti Ngurah
Rai. Peristiwa inilah yang kemudian dicatat sebagai peristiwa Puputan
Margarana. Malam itu pada 20 November 1946 di Marga adalah sejarah penting
tonggak perjuangan rakyat di Indonesia melawan kolonial Belanda demi Nusa dan
Bangsa
2.
Perjuangan Diplomasi
(Perundingan)
a.
Perjanjian Linggarjati
Perjanjian
Linggarjati dilakukan pada tanggal 10-15 November 1946 di Linggarjati, dekat
Cirebon. Dalam Perjanjian ini, Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri
Sutan Syahrir dan tiga anngota lainnya yaitu, Mohammad Roem, Susanto
Tirtoprodjo, dan AK GANI , sedangkan Belanda diwakili oleh Prof. Scermerhorn yang
beranggotakan Max Van Poll, Fde Boer, dan H.J.Van Mook. Perjanjian tersebut
dipimpin oleh Lord Killearn, seorang diplomat Inggris. Pada tanggal 7 Oktober
1946 Lord Killearn berhasil mempertemukan wakil-wakil pemerintah Indonesia dan
Belanda ke meja perundingan yang berlangsung di rumah kediaman Konsul Jenderal
Inggris di Jakarta. Dalam perundingan ini masalah gencatan senjata yang tidak
mencapai kesepakatan akhirnya dibahas lebih lanjut oleh panitia yang dipimpin
oleh Lord Killearn. Hasil kesepakatan di bidang militer sebagai berikut:
1) Gencatan senjata
diadakan atas dasar kedudukan militer pada waktu itu dan atas dasar kekuatan
militer Sekutu serta Indonesia.
2) Dibentuk sebuah Komisi
bersama Gencatan Senjata untuk masalah-masalah teknis pelaksanaan gencatan
senjata.
Sedangkan, Hasil Perundingan Linggajati
ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Rijswijk (sekarang Istana
Merdeka) Jakarta, yang isinya adalah sebagai berikut:
a) Belanda mengakui secara
de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra,
Jawa dan Madura.
c) Republik Indonesia dan Belanda
akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat yang salah satu
bagiannya adalah Republik Indonesia.
d)
Republik Indonesia
Serikat (RIS) dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan Ratu
Belanda sebagai ketuanya.
b.
Agresi Militer 1
Perjanjian Linggarjati yang telah
disepakati tanggal 25 Maret 1947 hanya berlangsung sekitar 4 bulan. Karena
Belanda melanggarnya dan mulai melancarkan serangan serentak di beberapa daerah
di Indonesia dengan nama “ Operatie
Product”. Terjadi perbedaan penafsiran pada 21 Juli 1947, Belanda melakukan serangan
militer yang disebut sebagai Agresi
Militer Belanda I. TNI melawan
serangan agresi Belanda tersebut menggunakan taktik gerilya. TNI berhasil membatasi
gerakan Belanda hanya di kota-kota besar saja dan di jalan raya.
Untuk menyelesaikan
masalah Indonesia-Belanda, pihak PBB membentuk Komisi yang dikenal dengan nama
Komisi Tiga Negara (KTN). Tugas KTN adalah menghentikan sengketa
RI-Belanda. Indonesia diwakili oleh
Australia, Belanda diwakili oleh Belgia, dan Amerika Serikat sebagai penengah.
Adapun delegasinya adalah sebagai berikut:
1)
Australia (tunjukkan Indonesia), diwakili oleh Richard Kirby.
2)
Belgia (tunjukkan Belanda), diwakili oleh Paul Van Zeland.
3)
Amerika
Serikat (netral), diwakili oleh Dr. Frank Graham.
c.
Perjanjian Renville
Atas
usul KTN maka pada tanggal 8 Desember 1947 dilaksanakan Perjanjian antara
Indonesia dan Belanda di atas kapal Renville milik AS yang sedang berlabuh di
Jakarta.
1)
Delegasi
Indonesia dipimpin oleh Mr. Amir Syarifuddin.
2)
Delegasi
Belanda dipimpin oleh R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo.
3)
Delegasi
Australia dipimpin oleh Richard C. Kirby.
4)
Delegasi
Belgia dipimpin oleh Paul van Zeeland.
5)
Delegasi
Amerika Serikat dipimpin oleh Frank Porter Graham.
Setelah melalui
perdebatan dan permusyawaratan dari tanggal 8 Desember 1947 sampai 17 Juni 1948
maka diperoleh persetujuan Renville. Isi perjanjian Renville, antara lain sebagai berikut.
1) Belanda
tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai dengan terbentuknya
Republik Indonesia Serikat (RIS).
2) Sebelum
RIS dibentuk, Belanda dapat menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada pemerintah
federal.
3) RIS
mempunyai kedudukan sejajar dengan
Negara Belanda dalam Uni Indonesia-Belanda.
4) Republik
Indonesia merupakan bagian dari RIS.
Kerugian-kerugian yang
diderita Indonesia dari perjanjian Renville adalah :
1) Indonesia terpaksa
menyetujui dibentuknya Negara Indonesia serikat melalui masa peralihan.
2) Indonesia kehilangan
sebagian daerahnya karena garis Van Mook terpaksa harus diakui sebagai daerah
kekuasaan Belanda.
3) Pihak republik harus
menarik seluruh pasukannya yang ada di daerah kekuasaan Belanda dan dari
kantong-kantong gerilya masuk daerah RI.
4) Wilayah RI menjadi
semakin sempit dan dikurung oleh daerah-daerah kekuasaan Belanda.
5)
Terjadi Hijrah TNI ke
pusat pemerintahan di Yogyakarta.
6)
Terjadinya
pemberontakan DI/TII.
7)
Terjadinya
pemberontakan PKI di Madiun 1948.
8)
Jatuhnya kabinet Amir
Syarifudin diganti dengan Moh.Hatta.
d.
Agresi Militer II
Pada 18 Desember 1948, Belanda di bawah pimpinan Dr.
Bell mengumumkan bahwa Belanda tidak
terikat lagi oleh Persetujuan Renville. Pada 19 Desember 1948 Belanda
mengadakan Agresi Militer II ke ibu kota Yogyakarta. Dalam agresi itu Belanda
dapat menguasai Yogyakarta.
Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta
ditawan dan diasingkan ke Pulau Bangka. Beliau lalu mengirimkan mandat lewat
radio kepada Mr. Syaffruddin Prawiranegara. Isinya agar membentuk Pemerintah
Darurat Republik Indonesia (PDRI), di Bukit Tinggi Sumatra Barat.
Pada 1 Maret 1949 Brigadir X
mengadakan serangan umum ke Yogyakarta.
Penyerangan ini dipimpin Letkol. Soeharto. Serangan ini memakai sandi
"Janur Kuning". Serangan ini dikenal juga dengan "Serangan Umum
1 Maret". Dalam penyerangan ini Tentara Republik Indonesia dalam serangan
ini berhasil menduduki Kota Yogyakarta selama 6 jam.
e.
Serangam Umum 1 Maret
di Yogyakarta
Ketika
Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua pada bulan Desember 1948 ibu
kota RI Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda. Presiden Soekarno dan Wakil
Presiden Moh. Hatta beserta sejumlah menteri ditawan oleh Belanda. Belanda
menyatakan bahwa RI telah runtuh. Namun di luar perhitungan Belanda pada saat
yang krisis ini terbentuklah Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di
Buktitinggi, Sumatera Barat. Di samping itu Sri Sultan Hamengkubuwono IX
sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta tetap mendukung RI sehingga
masyarakat Yogyakarta juga memberikan dukungan kepada RI. Pimpinan TNI di bawah
Jenderal Sudirman yang sebelumnya telah menginstruksikan kepada semua komandan
TNI melalui surat Perintah Siasat No.1 bulan November 1948 isinya antara lain:
1) Memberikan kebebasan
kepada setiap komandan untuk melakukan serangan terhadap posisi militer
Belanda.
2) Memerintahkan kepada
setiap komandan untuk membentuk kantong-kantong pertahanan (wehrkreise.)
3) Memerintahkan agar
semua kesatuan TNI yang berasal dari daerah pendudukan untuk segera
meninggalkan Yogyakarta untuk kembali ke daerahnya masing-masing (seperti
Devisi Siliwangi harus kembali ke Jawa Barat), jika Belanda menyerang
Yogyakarta.
Untuk
pertahanan daerah Yogyakarta dan sekitarnya diserahkan sepenuhnya kepada
pasukan TNI setempat yakni Brigadir X di bawah Letkol Soeharto. Dengan adanya
agresi Militer Belanda maka dalam beberapa minggu kesatuan TNI dan kekuatan
bersenjata lainnya terpencar-pencar dan tidak terkoordinasi. Namun para pejuang
mampu melakukan komunikasi melalui jaringan radio, telegram maupun para kurir.
Bersamaan dengan upaya konsolidasi di bawah PDRI, TNI melakukan serangan secara
besar-besaran terhadap posisi Belanda di Yogyakarta. Serangan ini dilakukan
pada tanggal 1 Maret 1949 dipimpin oleh Letkol Soeharto. Sebelum serangan
dilakukan, terlebih dahulu meminta persetujuan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono
IX sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta.
Serangan
Umum ini dilakukan dengan mengkonsentrasikan pasukan dari sektor Barat (Mayor
Ventje Samual), Selatan dan Timur (Mayor Sarjono) dan Sektor Kota (Letnan Amir
Murtono dan Letnan Masduki). Serangan umum ini membawa hasil yang memuaskan
sebab para pejuang dapat menguasai kota Yogyakarta selama 6 jam yakni jam 06.00
sampai jam 12.00. Berita Serangan Umum ini disiarkan RRI yang sedang bergerilya
di daerah Gunung Kidul, yang dapat ditangkap RRI di Sumatera, selanjutnya dari
Sumatera berita itu disiarkan ke Yangoon dan India. Keesokan harinya peristiwa
itu juga dilaporkan oleh R. Sumardi ke PDRI di Buktitinggi melalui radiogram
dan juga disampaikan pula kepada Maramis. (diplomat RI di New Delhi, India) dan
L.N. Palar (Diplomat RI di New York, Amerika Serikat).
Serangan Umum 6 Jam di
Yogyakarta ini mempunyai arti penting yaitu sebagai berikut.
a.
Ke dalam :
-
Meningkatkan semangat
para pejuang RI, dan juga secara tidak
langsung memengaruhi sikap para pemimpin negara federal buatan Belanda yang tergabung dalam BFO.
langsung memengaruhi sikap para pemimpin negara federal buatan Belanda yang tergabung dalam BFO.
-
Mendukung perjuangan
secara diplomasi, yakni Serangan Umum ini berdampak adanya perubahan sikap
pemerintah Amerika Serikat yang semula mendukung Belanda selanjutnya menekan
kepada pemerintah Belanda agar melakukan perundingan dengan RI.
b.
Ke luar:
-
Menunjukkan kepada
dunia Internasional bahwa TNI mempunyai kekuatan untuk melakukan serangan.
-
Mematahkan moral
pasukan Belanda.
f.
Perjanjian Roem-Royen
Perjanjian
ini merupakan perjanjian pendahuluan sebelum KMB. Salah satu kesepakatan yang
dicapai adalah Indonesia bersedia menghadiri KMB yang akan dilaksanakan di Den
Haag negeri Belanda. Untuk menghadapi KMB dilaksanakan konferensi inter
Indonesia yang bertujuan untuk mengadakan pembicaraan antara badan
permusyawaratan federal (BFO/Bijenkomst
Voor Federal Overleg) dengan RI agar tercapai kesepakatan mendasar dalam
menghadapi KMB. Komisi PBB yang menangani Indonesia digantikan UNCI. UNCI
berhasil membawa Indonesia-Belanda ke meja Perjanjian pada tanggal 7 Mei 1949
yang dikenal dengan persetujuan Belanda dari Indonesia :
1)
Menyetujui kembalinya
pemerintah RI ke Yogyakarta.
2)
Menghentikan gerakan
militer dan membebaskan para tahanan republik.
3)
Menyetujui kedaulatan
RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
4)
Menyelenggarakan KMB
segera sesudah pemerintahan RI kembali ke Yogyakarta.
Persetujuan
Indonesia dari Belanda :
1)
Mengeluarkan perintah
untuk menghentikan perang gerilya.
2) Bekerja sama dalam
mengembalikan perdamaian,mejaga ketertiban dan keamanan.
3)
Ikut serta dalam KMB di
Den Haag.
Peristiwa-peristiwa
penting realisasi Roem-Royen Statement:
1)
Penarikan tentara
Belanda secara bertahap dari Yogyakarta dari 24 Juni sampai 29 Juni 1949.
2)
Pemerintah RI kembali
ke Yogyakarta tanggal 1 Juli 1949.
3) Presiden,wakil presiden
dan para pejabat tinggi Negara kembali ke Yogyakarta tanggal 6 Juli 1949.
4)
Jendral Sudirman
kembali ke Yogyakarta tanggal 10 Juli 1949.
g.
Konferensi Meja Bundar
Konferensi
Meja Bundar (KMB) merupakan tindak lanjut dari Perundingan Roem-Royen. Sebelum
KMB dilaksanakan, RI mengadakan pertemuan dengan BFO (Badan Permusyawaratan
Federal). Pertemuan ini dikenal dengan dengan Konferensi Inter-Indonesia (KII)
Tujuannya untuk menyamakan langkah dan sikap sesama bangsa Indonesia dalam
menghadapi KMB.
Konferensi
Inter-Indonesia diadakan pada tanggal 19 - 22 Juli 1949 di Yogyakarta dan
tanggal 31 Juli sampai 2 Agustus 1949 di Jakarta. Pembicaraan difokuskan pada
pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS). Keputusan yang cukup penting
adalah akan dilakukan pengakuan kedaulatan tanpa ikatan politik dan ekonomi.
KMB merupakan langkah
nyata dalam diplomasi untuk mencari penyelesaian sengketa Indonesia – Belanda.
Kegiatan KMB dilaksanakan di Den Haag, Belanda tanggal 23 Agustus sampai 2
November 1949. Dalam KMB tersebut dihadiri delegasi Indonesia, BFO, Belanda,
dan perwakilan UNCI. Berikut ini para delegasi yang hadir dalam KMB:
1)
Indonesia terdiri dari
Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof.Dr. Mr. Soepomo
2)
BFO dipimpin Sultan
Hamid II dari Pontianak.
3)
Belanda diwakili Mr.
van Maarseveen.
4)
UNCI diwakili oleh
Chritchley.
BAB III
KESIMPULAN
1.
Latar belakang perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan
kemerdekaan Diwali dengan kedatangan pasukan Sekutu ke Indonesia. Pada mulanya
disambut dengan sikap netral oleh pihak Indonesia. Namun, setelah diketahui
bahwa Sekutu membawa NICA(Netherland Indies Civil Administration) sikap
masyarakat berubah menjadi curiga karena NICA adalah pegawai sipil pemerintah
Hindia Belanda yang dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan sipil di
Indonesia. Hal ini menumbuhkan perlawanan rakyat Indonesia di berbagai daerah.
2.
Upaya bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia di
lakukan dengan perjuangan fisik dan diplomatik. Perjuangan fisik meliputi
pertempuran 10 November di Surabaya, pertempuran Ambarawa, pertempuran Medan
Area, pertempuran Bandung Lautan Api, pertempuran Margarana di Bali, dan
pertempuran 5 hari di Semarang. Sedangkan wujud perjuangan diplomasi antara lain
perjanjian linggrajati, Agresi Militer Belanda I, Agresi Militer Belanda II,
perjanjian Renville, perjanjian Roem-Royen, serangan umum 1 marert di
Yogyakarta, dan Konferensi Meja Bundar (KMB).
DAFTAR
PUSTAKA
Aisyiyah,
Fitri. (2012). Perjuangan mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. Diakses dari
http://fitria97.wordpress.com/tugas-tugas/ips/22-2/.
20 Oktober 2014.
Hatmoko,
Dwi. (2012). Usaha mempertahankan
kemrdekaan. Diakses dari
kemerdekaan.pdf.
22 Oktober 2014.
Maeswara,
Garda. (2010). Sejarah revolusi Indonesia
1945-1950 (Perjuangan bersenjata dan
diplomasi
untuk memepertahankan kemerdekaan).
Yogyakarta:Narasi.
Tjahtjahnto,
Masjhur dan Praba Asmani. (2011). Historia
vitae magistra sejarah untuk
SMA/MA
kelas XII IPS semester I. Editor:Agus Waryanto.
Klaten:Perdana.
izin copas ya.trmksh
BalasHapusizin copas yaa .. trims
BalasHapusJudi Online Visit My Website >> Judi Poker Online
BalasHapusTerimakasih kak,,saya terbantu dalam mengerjakan makalah saya untuk pelajaran sejarah ini,,
BalasHapusizin copas yaa
BalasHapus